Klaim Wana Kencana Mineral yang Tak Mau Bayar Lahan Warga

PT Wana Kencana Mineral seolah lari dari kewajiban membayar ganti rugi lahan warga yang tengah garap hasilnya. Perusahaan ektraktif yang beroperasi di Wasile, Kabupaten Halmahera Timur ini bahkan tidak mengakui kalau lahan milik warga desa lingkar tambang itu.
Wana Kencana Mineral mengklaim lahan tersebut merupakan tali asih yang diserahkan kepada pemerintah desa setempat. Karena itu pihak perusahaan tidak lagi membahas mekanisme ganti rugi.
“Kita tidak bicara tentang ganti rugi. Kedua, kita menggunakan istilah tali asih yang kita berikan berdasarkan areal yang kita tambangkan dalam IUP kita, kita tidak lagi bicara tentang tanaman. Tali asih itu kita serahkan langsung ke desa, itu sudah dilakukan dari awal,” jelas External Manager Wana Kencana Mineral (WKM), Budi Pramono saat ditemui di Kantor PT WKM di Desa Loleba, Halmahera Timur, Sabtu, 21 Desember 2024.
Khusus Desa Loleba, menurut Budi, total lahan yang sudah di tali asih seluas lebih dari 250 hektare dengan total pembayaran dalam tahap senilai Rp 6,2 miliar lebih.
“Untuk tali asih di Loleba, totalnya 250 hektar lebih dengan asumsi Rp 2.500 per meter yang dibayarkan dua tahap. Tahap pertama Rp 3 miliar lebih, begitu juga tahap dua. Dan itu semua telah diserahkan ke kepala desa,” terangnya.
Budi menerangkan alasan kenapa tidak ada ganti rugi. Menurutnya, perusahaan merupakan organisasi berbadan hukum yang sah dan perizinannya dari negara (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), ganti rugi lahan (termasuk tanaman) dan lainnya secara administrasi harus dimiliki masyarakat.
“Karena masyarakat tidak memiliki (sertifikat kepemilikan lahan/tanah/kebun), makanya dilakukan pembayaran tali asih. Perusahaan juga tidak mengambil lahan masyarakat, istilahnya hanya digunakan perusahaan. Kalau pembebasan lahan cukup menyulitkan, karena lahan disini cukup sensitif, ada satu lahan yang diakui milik lebih dari satu orang. Sehingga kita tidak mau tahu punya siapa, tapi berdasarkan administrasi wilayah,” sambungnya.
David Taiya, salah seorang warga Loleba, mengaku memiliki dua bidang tanah atau kebun seluas kurang lebih 250 hektare yang sudah ditanami Pala, Cengkih, dan Cempedak. Namun, kata David, kebun ini sudah digusur sekitar 20 hektare.
“Tanaman me abis. Padahal Cempedak so babuah (Cempedak sudah berbuah), Pala deng Cengkeh me so basar (Pohon Pala dan Cengkih sudah besar),” ujarnya.
Pria yang akrab dipanggil Dace ini mengaku sempat menghentikan aktivitas WKM pasca kebunnya digusur.
“Saya sampe tidor di hutan (di kebun), abis itu patroli (pihak kepolisian) kadara dong suru saya la baku atur deng perusahaan. Dalam dua tahap itu dong (pihak WKM) bayar tahap pertama Rp 50 juta, tahap 2 Rp 70 juta. Sedangkan tanaman dong tara hitung, saya me bingung,” sebutnya.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku Utara, Suryanto Andili dikonfirmasi perihal keberadaan PT WKM di Halmahera Halmahera Timur, pada Senin, 23 Desember 2024, tidak berkomentar banyak. Suryanto awalnya beralasan belum bisa diwawancarai karena masih berada di lokasi kegiatan.
Saat dikonfirmasi, Suryanto tengah mengkuti Rapat Koordinasi (Rakor) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Aparat Penegak Hukum (APH) se Provinsi Maluku Utara di Ball Room Gamalama Hotel Bela.
“Jang wawancara di sini, masih banya orang. Nanti baru,” ujarnya.
Namun di kesempatan kedua, Suryanto akhirnya berbicara. Dia bilang, ESDM Provinsi Maluku Utara tidak punya kewenangan terhaap pertambangan nikel.
“Tara kewenangan di tambang nikel, harus dengar penjelasan inspektur tambang (baru bisa jelaskan),” tandasnya.
20 Tahun Gerogoti Wasilei
Wana Kencana Mineral memiliki izin usaha pertambangan (IUP) berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara Nomor: 299/KPTS/MU/2016 tentang Persetujuan Penciutan IUP Operasi Produksi Logam Nikel seluas 24.700 hektare. Keputusan Gubernur Abdul Gani Kasuba ini ditetapkan di Sofifi, 9 Mei 2019 lalu.
Perusahaan Izin Wana Kencana Mineral berstatus CnC atau Clear and Clean. Artinya, wilayah konsesi perseroan yang direktur utamanya seorang purnawirawan prajurit TNI berpangkat letnan jenderal, sekaligus elit Partai Golkar periode Ketua Umum Setya Novanto ini tidak tumpang tindih dengan perusahaan atau IUP lain.
Perusahaan yang tercatat pernah digugat oleh PT Kemakmuran Inti Utama Tambang ini terhitung mulai beroperasi sejak 2021 dan berakhir pada 2036 nanti. Perusahaan yang sudah dua gonta-ganti direksi ini akan mengekploitasi nikel di Wasilei hingga 20 tahun ke depan. **