voicemu.com
Beranda Kabupaten Halbar Saran Sinergi Indonesia soal Rencana Tambang TUB di Nolu

Saran Sinergi Indonesia soal Rencana Tambang TUB di Nolu

Ilustrasi aktivitas pertambangan. (dok. kliklegal)

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat yang berencana menginjinkan PT TUB beroperasi di Desa Nolu, Loloda Tengah, Halmahera Barat, akan memicu dampak pada sektor lain yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat setempat.

Salah satu dampak terbesar dari kebijakan ini adalah pengurangan luas lahan pertanian akibat alih fungsi lahan menjadi wilayah pertambangan.

Penjelasan ini diutarakan Direktur Lembaga sosial, ekonomi dan energi (Senergi) Indonesia Isra Anwar. Menurutnya, akan ada banyak lahan produktif menjadi area eksplorasi yang akan mengancam dan mengabaikan sektor lain.

“Halmahera Barat memiliki potensi besar dalam sektor pertanian, yang telah menjadi komoditas utama bagi petani lokal. Namun dengan kebijakan pembukaan tambang emas, banyak lahan produktif yang nantinya berubah menjadi kawasan eksploitasi tambang,” jelas Isra, Rabu 12 Maret 2025.

Isra mengatakan, masuknya Tri Usaha Baru atau PT TUB di Nolu tidak hanya berdampak pada produksi hasil pertanian, tetapi juga mengancam ketahanan pangan lokal maupun keberlanjutan ekonomi masyarakat yang bergantung pada sektor ini.

Selain pertanian, sektor perikanan juga terancam akibat ekspansi pertambangan. Limbah industri tambang yang mengandung logam berat seperti merkuri dan sianida sangat berpotensi mencemari sungai, termasuk laut di sekitar kawasan tambang.

“Pencemaran ini berdampak langsung pada hasil tangkapan nelayan serta kualitas air yang digunakan oleh masyarakat pesisir,” ujarnya.

Jualan Kesejahteraan

Isra menyebut, industri pertambangan sering kali menjanjikan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja dalam memuluskan rencana.

Kenyataannya, peningkatan kesejahteraan masyarakat kerap menjadi “jualan” perusahaan yang bekepertingan mengeruk emas.

“Banyak kasus, terutama di Provinsi Maluku Utara. Industri pertambangan justru menciptakan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Mayoritas tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan tambang adalah pekerja dengan keterampilan tinggi yang sering kali didatangkan dari luar daerah, sementara masyarakat lokal hanya mendapatkan pekerjaan sebagai buruh kasar dengan upah rendah,” tandasnya.

Secara kelembagaan, sambung Isra, Sinergi Imdonesia menyarankan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat agar lebih memperhatikan keseimbangan pembangunan ekonomi. Ini termasu tidak hanya bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga mengembangkan sektor pertanian, perikanan, dan pariwisata secara lebih berkelanjutan.

Menurutnya, Pemerintah Halmahera Barat harus mulai memikirkan kebijakan ekonomi yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek dari pertambangan.

“Denga berbagai dampak negatif dari industri pertambangan, kita perlu investasi di sektor-sektor yang lebih berkelanjutan dan berbasis masyarakat lokal,” tandas Isra. **

Komentar
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan