Wali Kota Tauhid Terkesan Dilindungi, GPM: Kasus TBB Harus Dibuka Lagi

TERNATE – Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Mahraenis (DPD GPM) Maluku Utara mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara menjelaskan secara terbuka keterlibatan dan peran Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman dalam kasus penyertaan modal ke PT Ternate Bahari Berkesan (TBB).
Menurut GPM, kasus ini perlu dibuka lagi guna mengungkap tersangka lain, termasuk membuka keterlibatan M. Tauhid Soleman selaku komisaris utama.
Tauhid diketahui beberapa kali mengesahkan perubahan anggaran ke anak perusahaan TBB selaku holding company. Yaitu PT Bank Maluku sebesar Rp. 5 miliar, PT BPRS Rp. 4 miliar, PT Alga Kastela Rp. 1,5 miliar, Apotik Bahari Berkesan Rp. 5 miliar, dan PDAM dari Rp. 1 miliar menjadi Rp. 4,337 miliar.
“Pengesahan perubahan anggaran ini dilakukan kala M. Tauhid Soleman menjabat Plt BPKAD Kota Ternate pada 6 Oktober 2016. Lima kali (pengesahan) penyertaan modal ini termuat dalam hasil audit perhitungan kerugian negara atas dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana penyertaan modal/investasi Pemerintah Kota Ternate tahun anggaran 2015-2019 oleh BPKP Perwakilan Maluku Utara,” jelas Sekretaris GPM Maluku Utara Yuslan Gani, Senin 15/7.
Yuslan mengatakan laporan hasil audit yang diterbitkan 7 Juli 2022 tersebut memuat banyak masalah. Dalam hasil audit, BPKP menemukan dugaan penyimpangan.
BPKP menemukan adanya dugaan penyetoran modal dasar yang diduga fiktif dari Pemkot Ternate sebesar Rp. 25 miliar sebagaimana termuat dalam Akta Notaris Pendirian Holding Company PT Ternate Bahari Berkesan. Juga tidak ditemukan setor dana dari Muhammad Hasan Bay senilai Rp. 10 juta.
Paling fatal, sambung Yuslan, ditemukan transaksi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan pada PT Ternate Bahari Berkesan dan PT Alga Kastela sebesar Rp. 571 juta lebih.
“Dalam hasil audit BPKP tertulis jelas, bahwa penyetoran modal dasar sebagaimana termuat dalam Akta Notaris Pendirian Holding Company PT Ternate Bahari Berkesan dari Pemkot Ternate sebesar Rp. 25 miliar, dan dari Muhammad Hasan Bay senilai Rp. 10 juta adalah tidak benar. Ini patut diduga modal dasar tersebut tidak ada alias fiktif. Pertanyaannya apa maksud mendirikan perusahaan daerah, jangan salahkan publik kalau ada kecurigaan bahwa ini modus dalam tanda petik memuluskan korupsi,” terangnya.
Menurut Yuslan, Kejaksaan Tinggi Maluku Utara mestinya membuka perkara ini seterang-terangnya, terutama memperjelas keterlibatan Wali Kota Tauhid Soleman.
Sebab, di tanggal 24 Oktober 2016 Tauhid selaku komisaris utama menyetujui penambahan modal sebesar Rp. 6 miliar ke BPRS Bahari Berkesan. Modal disetor hanya Rp. 5,7 miliar. Meski demikian terjadi peningkatan yang semula modal disetor Rp. 8,265 miliar naik menjadi Rp. 13,965 miliar.
“Kesepakatan atau persejuan ini (penambahan modal) tertuang dalam berita acara rapat pemegang saham BPRS. Dan Tauhid selaku komisaris utama waktu itu ikut tanda tangan. Ini dijelaskan rinci di dalam hasil audit perhitungan kerugian negara oleh BPKP Perwakilan Maluku Utara,” ujarnya.
“Kejaksaan tinggi jangan terkesan tebang pilih. Kami secara kelembagaan mendesak Kepala Kejati Maluku Utara Herry Ahmad Pribadi buka kembali kasus ini, karena Wali Kota Ternate seolah dilindungi,” sambung Yuslan.
Yuslan menambahkan, jika laporan audit BPKP Maluku Utara itu diperhatikan secara seksama, terdapat sejumlah transaksi lainnya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, termasuk pinjaman Rp. 100 juta oleh Ruslan Bian sewaktu menjabat Direktur PT Alga Kastela dan temuan kerugian negara Rp. 7,489 miliar.
“Ada juga Rp. 250 juta tidak diakui sebagai penyertaan modal ke PT Ternate Bahari Berkesan sebagaimana temuan LHP BPK Nomor: 12.A/LHP/XIX/2019,” ucapnya. **