GPM Desak APH Periksa Eks Bendahara dan Plt Kadis Perkim Malut

Pembebasan lahan Sekolah Tinggi Agama Islam Alkhairat (STAIA) Labuha yang diduga melibatkan oknum mafia di Dinas Perkim Maluku Utara kembali mencuat.
Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) Maluku Utara mensinyalir ada dua oknum ASN Perkim yang patut disangka terlibat dalam kasus ini. Mereka adalah Abdu Kadir Usman, Kepala Bidang Tanah yang saat ini menjabat Plt Kepala Dinas Perkim Maluku Utara, dan mantan Bendahara Perkim Sahril Adewal.
Sekertaris GPM Maluku Utara Yuslan Gani mengatakan, isu atau wacana mafia tanah di internal Dinas Perkim Maluku Utara sebenarnya sudah lama mengemuka. Informasi ini lalu meredup menyusul adanya operasi tangkap tangan kepada Gubernur Abdul Gani Kasuba di Jakarta.
“Semua teralihkan dengan kasus AGK, akibatnya dugaan ini hilang dari sorotan,” kata Yuslan kepada voicemu, Kamis malam, 16 Januari 2025.
Yuslan menjelaskan, pembebasan lahan STAIA Labuha seluas 2,7 hektare ini diadakan pada 2023 lalu senilai Rp 1,3 miliar. Dalam perjalanan, anggarannya tidak dicairkan 100 persen kepada pemilik lahan. Sebagian anggaran dicairkan atau dibayarkan melalui rekening makelar.
“Pencairan di rekeing makelar ini tanpa sepengetahuan pemilik lahan, dengan dalil diberikan kuasa kolektif, padahal dalam kuasa menerangkan sang makelar atau penghubung ini hanya sebatas pengurusan admistrasi jual beli lahan atau tanah. Bagaimana bisa (pembayaran lahan) lewat makelar, kan aneh bin ajaib,” ujarnya.
Menurut Yus, sapaan akrab Yuslan, sesuai kesepakatan, pembayaran lahan senilai Rp 1,300 miliar ke pemilik lahan dilakukan dua tahap sebagaimana disepakati dalam perjanijian jual beli tanah. Tahap pertama senilai Rp 1 miliar, dan sisanya Rp 300 juta dibayarkan pada tahap kedua.
“Pembayaran pertama melalui makelar dan pemilik lahan hanya terima Rp 700 juta, sementara Rp 300 jutanya dikemanakan. Pemilik lahan pernah pertanyakan hal ini, namun Abdu Kadir Usman dan Sahril Adewal seolah saling lempar tangan (tanggung jawab),” tandasnya.
Belum kelar pembayaran pertama, Abdu Kadir Usman dan Sahril Adewal kembali meminta percairan untuk pembayaran tahap dua. Motifnya sama, yaitu pelunasan lahan lewat rekening makelar.
“Sisa anggaran Rp 300 juta tahap pertama ditambah pembayaran tahap dua tidak diberikan kepada pemilik lahan. Sampai sekarang pemilik lahan masih menanyakan hal ini,” ujarnya.
Yus menyarankan kasus ini penting diselidiki guna mengungkap kebenaran sebenarnya. GPM secera kelembagaan, sambung Yus, mendesak aparat penegak hukum (APH) segera mengusut anggaran pembebasan lahan STAIA Labuha.
“Kami mendesak Kejaksaan Tinggi dan Polda Maluku Utara secepatnya bertindak, melakukan penyelidikan dengan memanggil dan memeriksa saudara Abdu Kadir Usman dan Sahril Adewal. Sebab kuat dugaa mereka berdua terlibat full dalam mafia tanah ini. Kasus ini harus atensi,” pintanya. **