Keterangan Dua Saksi Kasus MCK Tak Sama dengan Dakwaan JPU

Pengadilan Negeri Ternate menggelar sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan MCK di Kabupaten Pulau Taliabu tahun 2022.
Terdakwa dalam perkara ini adalah Suprayidno, Hayatuddin Ukasa, M. Rizal Digatama dan Melanton.
Sidang kasus MCK dengan agenda pembuktian itu Jaksa Penuntut Umum atau JPU Kejaksaan Negeri Taliabu menghadirkan sembilan saksi. Mereka masing-masing Sekda Pulau Taliabu Salim Ganiru; Kabag ULP Pulau Taliabu Samsudin Saerun; Bendahara PUPR Taliabu La Dihir Ndungu.
Saksi lainnya yaitu Maikel, Joni, Muhammad Ifan, Jola, Jerry dan Dina Amodi. Keenamnya ini merupakan pihak rekanan atau pihak ketiga.
Dalam persidangan, terungkap kesaksian diluar dakwaan JPU. Pada sidang sebelumnya, jaksa mendakwa kalau pekerjaan MCK yang menelan Rp 4,5 miliar dari APBD 2022 Pulau Taliabu itu proyek fiktif. Dalam dakwaan, jaksa menyebut anggaran proyek MCK sudah cair 100 persen namun tidak ada progres pekerjaan.
Tak cuma itu, JPU juga mendakwa kepada Terdakwa Suprayidno selaku Kepala Dinas PUPR Pulau Taliabu meminjam tiga perusahaan untuk menangani proyek dimaksud. Tiga bendera yang dipinjam guna mengerjakan MCK itu adalah CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing. Terdakwa Suprayidno juga didakwakan menikmati anggaran pembuatan MCK sebesar Rp 1,8 miliar.
Bendahara PUPR Taliabu La Dihir Ndungu dalam kesaksiannya menyebut mengaku kalau pekerjaan MCK selesai dikerjakan dan dinikmati masyarakat.
La Dihir mengatakan, khusus 10 item pekerjaan yang dikerjakan CV Hanania dan CV Pelangi Valhalla, semuanya selesai dikerjakan dibawah bantuannya.
“Saya yang membantu untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Sedangkan 11 item yang dikerjakan CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing, pengurusannya tidak melalui saya, tetapi stafnya bernama Havid,” jelas La Dihir dalam persidangan, Selasa 27 Mei 2025.
Maikel dalam kesaksiannya mengatakan, CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing bukan merupakan tiga perusahaan yang dipinjam Terdakwa Suprayidno. Semua pengurusan pencairan tiga CV ini diurus oleh Yopi Saraun selaku bos.
Maikel mengaku pernah disuru Yopi supaya meniru tandatangan direktur dan stempel perusahaan. Yopi, kata Maikel, bahkan tahu pencairan anggaran sebelum surat perintah membayar atau SPM.
“Sebelum proses pembuatan SPM, saya sudah diberi tahu oleh Yopi Saraun bahwa sudah ada telepon dari keuangan (BPKAD Pulau Taliabu) untuk mencairkan anggaran. Yopi juga meminta saya menjiblak tandatangan direktur dan cap perusahaan (PT Damai Sejahtera). Selanjutnya saya sampaikan ke Terdakwa Melanton selaku Direktur PT Damai Sejahtera dan juga kepada direksi Pak Yopi Saruan selaku pimpinan tertinggi,” jelasnya.
Maikel menyebut, PT Damai Sejahtera atau DMS sebenarnya milik Yopi Saraun. Kepengurusannya berganti pada 2022 lalu bertepatan dengan proyek MCK. Selain itu, CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing merupakan perusahaan grup kepunyaan Yopi Saraun.
“Di akhir 2022 yang bertepatan dengan kegiataan MCK, Yopi Saraun ke notaris merubah nama direktur dari Yopi diganti dengan Melaton. Namun uang perusahaan tetap dikelola Yopi Saruan, sedangkan Melaton sebagai direktur hanya suruan Yopi. Setiap kali ada pekerjaan, direkturnya tidak perlu diberi tahu karena semua sudah diatur oleh Bos Yopi, sehingga semua sudah tau pekerjaannya masing-masing,” katanya.
“Yang melobi pencairan di BPKAD terkait dengan dana MCK adalah Yopi Saraun karena punya orang dekat. Sehingga kalau ada pencairan saksi hanya dapat informasi dari Yopi untuk menunggu di bank karena ada pencairan dana MCK. Setelah cair pada 30 Desember 2022, uang tersebut langsung dikelolah oleh Bos Yopi, sedangkan untuk pekerjaan 11 MCK yang dikerjakan oleh perusahaan pinjaman Yopi tidak dikerjakan,” sambung Maikel.
Maikel menambahkan, setahunya tidak ada aliran dana MCK yang mengalir ke Terdakwa Suprayidno selaku Kadis PUPR Taliabu. “Kalau ada ysng mengatakan kadis terima uang itu tidak benar,” terangnya.
Joni dalam kesaksianya mengaku pernah diperintahkan oleh Terdakwa Melanton untuk mengambil cek dari CV Generos, CV Jole dan CV Tiga Putri Blesing. Uang dicairkan melalui Bank Sulut sebesar Rp 1,3 miliar.
Seusai pencairan, Joni diminta oleh Terdakwa Melanton untuk mentransfer ke rekening BNI atas nama PT DMS.
Saya ditelepon oleh Terdakwa Melanton untuk menarik tunai Rp 1,3 miliar dan membawa di belakang KFC dan nanti ada orang dari Taliabu yang ambil.
“Saya ikuti perintah dan taruh uang di tas ransel dan kantong plastik kemudian serangkan ke orang dari Taliabu yang dimaksud itu. Dan orang itu bukan Pak Kadis PUPR melaikan orang suruan Yopi Saraun. Saya tahu karena diberitahu oleh Terdakwa Melanton leqat telepon seluler,” ujarnya. **