Dagymoi Properti Indonesia Anggap Putusan Hakim PN Ternate Keliru

Dagymoi Properti Indonesia menganggap Putusan Pengadilan Negeri Ternate dalam perkara perbuatan melawan hukum yang diajukan Sasmita Abdurrahman tidak wajar. Dagymoi selaku tergugat I dalam kasus ini.
Gugatan dengan nomor perkara 54/Pdt.G/2024/PN Tte statusnya masih Pemberitahuan Permohonan Banding.
Penjelasan ini disampaikan langsung oleh PT Dagymoi Properti Indonesia melalui kuasa hukumnya M. Bahtiar Husni.
Bahtiar mengatakan, dalam petitum, hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Namun, menurutnya, dalam gugatan itu beberapa hal yang keliru dalam pertimbangan.
“Kuasa hukum dari Dagymoi sebagai tergugat dalam gugatan yang diajukan oleh Sasmita (penggugat). Kemudian gugatan yang diajukan di PN Ternate dan dilanjutkan ke proses persidang hingga diputus oleh majelis hakim. Kami selaku kuasa hukum dari Dagymoi melihat itu (kekeliruan), sehingga dalam hal ini akan menguraikan dalam memori banding yang akan diajukan,” ujarnya.
Bahtiar menyebut, selaku kuasa hukum sudah melakukan upaya hukum selanjutnya dan sudah disampaikan ke PN Ternate. Mereka juga akan menyiapkan memori banding untuk diajukan.
“Hari ini kami ajukan pernyatakan banding ke PN Ternate untuk dinyatakan bahwa putusan tersebut dinyatakan banding oleh tergugat I dalam hal ini. Tadi kami koordinasi dengan PTSP PN Ternate, kemarin pihak tergugat II (Bank BTN) telah nyatakan banding atas putusan majelis hakim tersebut,” sambungnya.
Menurutnya ada beberapa catatan yang perlu dilihat lebih jauh. Bahtiar meniali ada hal-hal yang keliru dan sangat merugikan tergugat I maupun pihak Bank BTN selaku tergugat II.
“Karena yang dialami oleh penggugat terkait rumah KPR yang diambil oleh penggugat itu sendiri. Kemudian ditempati dan penyerahan aset bahkan telah dilakukan uji kelayakan dari konsultan layak rumah tersebut. Setelah ditempati beberapa tahun, kemudian dilakukan KPR dan rumah tidak bisa dibongkar atau sebagainya sebelum dilunasi. Dalam perjalanan, rumah ini dibongkar oleh penggugat tanpa persetujuan ataupun izin dari Dagymoi maupun Bank BTN. Sehingga jelas, apa yang dilakukan oleh pihak pengguat ini sudah menyalahi apa yang tertera dalam perjanjian,” jelasnya.
“Sebelum rumah itu lunas, maka objek itu tidak bisa diapa-apakan termasuk dibongkar dan lain-lain. Sebab, sebelum rumah itu dinyatakan lunas, KPR tidak bisa ngapa-ngapai rumah ini. Namun faktanya, penggugat telah membongkar dinding rumah padahal KPR belum lunas. Setelah pembongkaran itu dan terjadi keretakan baru dilakukan komplain kepada Dagymoi dan Bank BTN,” tambahnya.
Harusnya, lanjut Bahtiar, majelis hakim melihat fakta ini lebih jauh. “Karena kami lihat, rumah yang dilakukan KPR harus dibayar sekitar Rp 160 juta lebih dan sampai hari ini juga belum lunas. Sementara dalam Putusan Majelis Hakim PN Ternate, tergugat diputus mengganti Rp 320 juta sekian kepada penggugat. Menurut kami ini sangat tidak wajar dan keliru. Harus dilihat lebih jauh oleh majelis hakim tingkat banding dalam hal ini Pengadilan Tinggi (PT) Maluku Utara,” harapnya.
Direktur YLBH Maluku Utara itu menambahkan, pembongkaran oleh penggugat mestinya disaksikan para pihak tergugat agar diketahui bagian mana yang akan dibongkar. “Tapi itu tidak ada, tergugat tidak di lokasi waktu bongkar,” katanya. **