FPP Beberkan Proyek Bermasalah di BPJN Maluku Utara, Muhajir: Pernah Diperiksa KPK
Front Pemuda Peduli (FPP) Maluku Utara menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Ternate dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Maluku Utara, Senin, 22 Desember 2025.
Pengamatan voicemu, sejumlah nama-nama pejabat seperti Wahyudi, Sesi Manus, Rifani Harun, Jusep, Anggit Napitupulu selaku PPK, dan Herman sebagai satuan kerja atau satker turut disebut. Mereka disebut-sebut terlibat dalam keterkaitan sejumlah proyek jalan-jembata yang bermasalah.
Koordinator FPP Maluku Utara Muhajir M. Jidan dalam orasinya menyoroti dugaan praktik korupsi, kongkalikong proyek, dan indikasi jual beli jabatan di lingkungan BPJN Maluku Utara. Termasuk mengkritik penggunaan sistem e-katalog dalam pengadaan proyek yang dinilai rawan dikendalikan oleh oknum tertentu untuk memenangkan kontraktor tertentu.
Ia menyebut, Kepala BPJN Maluku Utara Nevi Umasangaji diduga memiliki keterkaitan dengan sejumlah proyek jalan nasional bermasalah di berbagai wilayah Maluku Utara.
Nevi, kata Muahajir, juga diduga dikaitkan dengan kasus operasi tangkap tangan atau OTT Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjerat mantan Kepala Balai Jalan Maluku Utara, Amran Mustari.
Dalam dugaan kasus ini, Nevi Umasangaji pernah diperiksa KPK dan diduga mengembalikan dana hasil korupsi. Kendati begitu, bersangkutan dilantik sebagai Kepala BPJN Maluku Utara.
“FPP Maluku Utara juga menyoroti proses pelantikan Nevi Umasangaji pada Juli 2025 yang dinilai tidak lazim. Menurut kami, Nevi berasal dari jabatan fungsional dan tidak melalui tahapan penjenjangan struktural sebagaimana diatur dalam ketentuan kepegawaian,” ujarnya.
“Latar belakang pendidikan Sarjana Informatika juga dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan institusi teknis seperti BPJN yang seharusnya dipimpin pejabat berlatar belakang teknik sipil,” sambung Muhajir.
Menurut Muhajir, pemilihan kepala balai tidak melalui tahapan penjenjangan struktural ini sangat berpotensi membuka ruang praktik penyimpangan, terutama pengelolaan proyek infrastruktur.
“Kinerja BPJN Maluku Utara dinilai belum optimal, ditandai dengan kerusakan sejumlah ruas jalan nasional, meskipun anggaran negara telah dikucurkan dalam jumlah besar. Beberapa ruas jalan yang disoroti adalah Sofifi–Weda, Sofifi–Halmahera Utara, serta akses menuju Halmahera Timur dan Halmahera Selatan yang dilaporkan mengalami kerusakan dan membahayakan keselamatan pengguna jalan,” terangnya.
Muhajir menduga adanya praktik mark-up progres pekerjaan, proyek fiktif maupun penurunan mutu konstruksi. Dugaan ini dinilai melibatkan oknum di lingkungan balai, satuan kerja atau satker pejabat pembuat komitmen (PPK), dan kontraktor.
Muhajir mempertanyakan kebijakan pemerintah yang tetap mengalokasikan anggaran besar melalui skema Instruksi Presiden (Inpres) Jalan Daerah kepada BPJN Maluku Utara, sementara sejumlah proyek jalan nasional sebelumnya masih dilaporkan bermasalah.
Ia mendesak supaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh.
“Kami meminta Menteri Pekerjaan Umum melakukan evaluasi dan menjatuhkan sanksi tegas terhadap pejabat yang terbukti terlibat,” terangnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak BPJN Maluku Utara maupun aparat penegak hukum belum memberikan keterangan resmi terkait pernyataan dan tuntutan yang disampaikan massa aksi. **









